Senin, 28 September 2015

Evaluasi Program Peningkatan Kapasitas LSM Sumba

Oleh: Navita K. Astuti

Pada hari Senin, tanggal 21 September 2015, diadakan kegiatan evaluasi program peningkatan kapasitas LSM Sumba. Kegiatan evaluasi ini dibagi dalam dua sesi. Pertama, evaluasi program secara umum, yang difasilitasi oleh Shintia Arwida, seorang fasilitator eksternal yang sehari-harinya bekerja di sebuah LSM di Bogor. Kedua, evaluasi program khusus pada aspek gender, yang difasilitasi oleh Intan dari KAIL dan Chusana dari HIVOS.

Bertempat di Hotel Tanto, Waingapu, kegiatan sesi pertama bersama Shintia Arwida berlangsung dari pukul 9.20 hingga 12.20, Metode evaluasi yang dilakukan adalah dengan memberikan kepada peserta serangkaian pertanyaan seputar kegiatan di lembaga mereka dalam mendampingi masyarakat Sumba. Jawaban-jawaban dituliskan di selembar kertas dengan diberi kode terlebih dahulu untuk setiap komponen pertanyaan yang diberikan.


Dalam evaluasi program secara umum, hal-hal yang ingin dilihat adalah :
  • Kemampuan untuk mengambil tindakan dari komitmen. 
  • Kemampuan mengaplikasikan materi di lapangan 
  • Kemampuan untuk beradaptasi dan memperbaiki diri. 
  • Kemampuan untuk mencapai kesinambungan

Pihak-pihak yang dievaluasi yaitu:
  1. KAIL sebagai pendamping, 
  2. Yayasan Bahtera, Lembaga Pelita Sumba, Yasalti, Sandika, Yayasan Sosial Donders sebagai partner di Sumba 
  3. Proses peningkatan kapasitas.

Di sesi kedua yang berlangsung dari pukul 13.30 sampai 16.00, Chusana dan Intan memfasilitasi proses evaluasi peningkatan kapasitas dalam aspek program perempuan dan energi terbarukan. Evaluasi ini dibagi lagi ke dalam dua kategori, evaluasi pemahaman individu terkait aspek gender dan evaluasi pemahaman serta penerapan lembaga terkait aspek gender. Metode evaluasi diberikan dengan cara tanya jawab secara lisan dan tertulis.

Kegiatan evaluasi yang terdiri dari dua sesi ini dilanjutkan dengan pembacaan rekap evaluasi sementara dari Shintia, kemudian dilanjutkan dengan tayangan video rekaman kegiatan peningkatan kapasitas LSM Sumba yang telah berlangsung selama satu tahun. Kegiatan evaluasi pada hari ini diakhiri dengan pembagian sertifikat, flashdisk berisi materi pelatihan dan handout pelatihan oleh Any sebagai koordinator kegiatan dari KAIL dan Gita dari HIVOS.



Minggu, 27 September 2015

Kunjungan ke Petani Garam di Desa Pamalala - Waingapu

Oleh: Navita K. Astuti

Pada tanggal 20 September 2015 pukul 15.00 – 18.00, tim KAIL yang terdiri dari Any, Vita, Intan serta tim dari HIVOS yaitu Gita dan Chusana, mengadakan kunjungan ke Desa Pamalala, Waingapu. Desa Pamalala adalah wilayah kerja para petani garam yang didampingi oleh LSM Sandika.

 Selama 1 jam, kami dibawa berkeliling dari satu rumah produksi garam ke rumah produksi lainnya. Di dalam setiap rumah, terdapat bak besar yang digunakan untuk memasak garam yang telah mereka tampung sebelumnya di penampung yang terletak di halaman depan rumah produksi garam. Kami juga ditunjukkan bak masak garam model lama yang menghasilkan lebih banyak asap dibandingkan dengan bak masak model baru yang lebih tertutup dan kurang menghasilkan asap. Dengan meminimalisir asap, maka kesehatan pernapasan para petani garam menjadi lebih baik.

Setelah berkeliling, kami duduk bersama para petani garam untuk berdiskusi dengan mereka. Sebagian besar dari para peserta diskusi adalah perempuan. Chusana dan Intan mengajak para peserta diskusi untuk melihat konteks kerja pembuatan garam melalui analisis GALS (Gender Action Learning System).


Metode analisis ini dilakukan dengan cara meminta para peserta diskusi menggambar sebuah pohon besar. Penempatan gambar peran sesuai karakter gender pada pohon tersebut akan memperlihatkan apakah perempuan bekerja lebih banyak daripada laki-laki.

Dari gambar yang dihasilkan, Chusana dan Intan mengajak para petani garam tersebut untuk melihat kembali, apakah ada dari gambar tersebut yang ingin mereka ubah. Jika ada, mereka diminta untuk melingkari bagian-bagian yang ingin mereka ubah.

Melalui metode analisis GALS ini, para petani garam diajak melihat :

  1. Pembagian peran yang dilakukan di rumah tangga mereka dan kaitannya dengan pekerjaan pembuatan garam. 
  2. Proses pengambilan keputusan yang terjadi di rumah tangga mereka.
  3. Bagaimana pembagian kepemilikan atas aset yang ada di rumah tangga mereka.

***

Jumat, 18 September 2015

Pelatihan Manajemen Organisasi dan Manajemen Rumah Tangga

Penulis: Kontributor Yayasan Sosial Donders

Di Umma Peghe Ghombol, Desa Kandhu Tana, Sumba Barat hari itu sangat ramai. Pada hari itu 34 orang berkumpul untuk mengikuti pelatihan manajemen organisasi dan manajemen rumah tangga. Ke-34 orang tersebut adalah anggota komunitas Kandaba Mopir dan Ice Daha sebanyak 26 orang dan 8 orang staf Yayasan Sosial Donders.

Dalam kegiatan itu, ibu- ibu mendengarkan penjelasan dari fasilitator dan memberikan pendapat dengan antusias. Saat diskusi kelompok semua peserta mendapat kesempatan untuk berbicara dengan bahasa yang dipahami (bahasa Indonesia dan bahasa lokal/Kodi). Hal itu membuat suasana menjadi sangat ramai dan hidup.

Pelatihan manajemen organisasi dan manajemen rumah tangga ini bertujuan untuk memetakan asset dan potensi yang ada pada masing-masing kelompok tenun. Selain itu peserta mendapat gambaran terkait pembukuan kelompok dan memahami tentang cara perhitungan pendapatan dan pengeluaran dalam rumah tangga.

Kamis, 17 September 2015

Pendampingan Pembuatan Laporan Akhir LSM Sumba

Oleh: Deta Ratna Kristanti

Pendampingan Pembuatan Laporan Akhir LSM Sumba merupakan bagian akhir dari rangkaian Program Peningkatan Kapasitas LSM Sumba yang dilakukan sejak bulan September 2014 hingga bulan September 2015 dengan pendamping tim KAIL. Laporan Akhir berisi cerita dan refleksi kegiatan pendampingan masing-masing LSM Sumba terhadap kelompok perempuan di daerah dampingan masing-masing.

Kegiatan Pendampingan Pembuatan Laporan Akhir dilakukan tim KAIL untuk membantu masing-masing LSM agar dapat mengungkapkan cerita yang kaya dan mendalam tentang proses pendampingan mereka, agar dapat menyusun cerita secara lebih terorganisasi, memilih dan menekankan poin-poin penting untuk dimasukkan dalam laporan, serta menggali refleksi tentang proses yang dialami masing-masing perwakilan LSM selama mendampingi kelompok maupun selama menjalani program peningkatan kapasitas di KAIL. Tim KAIL juga membantu memberikan masukan dari sisi tata bahasa dan logika berbahasa Indonesia dalam proses penyusunan laporan.

Kegiatan Pendampingan Pembuatan Laporan Akhir LSM Sumba terbagi dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah temu muka dengan para peserta dari 5 LSM Sumba yang berlangsung dari tanggal 5 sampai dengan 9 September 2015 di Hotel Sinar Tambolaka, Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan jadwal sebagai berikut:
1. Yayasan Bahtera – 5 September 2015
2. Lembaga Pelita Sumba – 6 September 2015
3. Yayasan Wali Ati (Yasalti) – 7 September 2015
4. Yayasan Peduli Kasih (Sandika) – 8 September 2015
5. Yayasan Sosial Donders (YSD) – 9 September 2015

Pada masing-masing jadwal tersebut, dua orang dari masing-masing LSM Sumba hadir untuk mengikuti kegiatan ini, kecuali YSD yang hanya mengirimkan 1 orang perwakilan. Tim KAIL yang melakukan kegiatan Pendampingan Pembuatan Laporan Akhir ini adalah Deta Ratna Kristanti dan Intan Darmawati. Selain itu, hadir juga Michael Zakarias Santoso yang memfilmkan semua sesi pendampingan pembuatan laporan serta melakukan sesi evaluasi setelah kegiatan pendampingan pembuatan laporan akhir selesai.

Pada kegiatan Pendampingan Pembuatan Laporan Akhir LSM Sumba, tim KAIL menggali cerita pendampingan kelompok dari peserta yang hadir pada kegiatan ini. Intan terutama menggali cerita pendampingan kelompok dari sisi gender yang akan dimasukkan dalam laporan, sedangkan Deta menggali cerita secara umum terutama cerita dalam 5 bulan terakhir sejak proses coaching terakhir dilakukan (April 2015). Setelah itu, Deta memeriksa dan memberikan masukan terhadap draft laporan yang sudah disiapkan peserta sebelumnya, termasuk menyampaikan masukan-masukan terkait pemindahan draft ke dalam kerangka laporan serta kelengkapannya.

Dalam sesi evaluasi, Michael menyampaikan sejumlah pertanyaan reflektif yang berkaitan dengan Program Peningkatan Kapasitas LSM Sumba yang telah berlangsung selama 1 tahun. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan antara lain: Bagian mana yang paling diingat dari seluruh program peningkatan kapasitas LSM Sumba? Bagian mana yang dirasa paling bermanfaat bagi Bapak/ Ibu?

Tahap kedua dari kegiatan Pendampingan Pembuatan Laporan Akhir LSM Sumba adalah mengedit dan merevisi draft laporan akhir dari masing-masing LSM hingga menjadi laporan final. Kegiatan mengedit dan merevisi draft laporan ini dilakukan secara jarak jauh melalui e-mail antara penyusun laporan akhir dan tim KAIL (Deta dan Intan). Kegiatan ini dilakukan antara bulan September 2015 hingga November 2015. Prosesnya: LSM mengirimkan draft melalui e-mail, diperiksa dan diberi masukan oleh tim KAIL dan dikirimkan kembali pada LSM. Kemudian LSM memperbaiki draft laporan dan mengirimkan revisinya kembali pada tim KAIL. Proses ini terjadi dalam beberapa tahapan hingga akhirnya LSM mengirimkan laporan final kepada HIVOS. Pada setiap LSM proses ini terjadi, kecuali YSD yang langsung mengirimkan laporan final kepada HIVOS.

Kamis, 10 September 2015

Pertemuan Rutin Kelompok Tenun Songket dampingan Yasalti di Sumba Timur

Penulis: Kontributor Yasalti

Para staf program pendamping dari Yasalti dan kelompok tenun songket di Desa Watu Puda, Sumba Timur bertemu secara rutin setiap bulan. Kegiatan ini berlangsung beberapa kali dalam setiap bulan, dan dilaksanakan di rumah anggota-anggota dan ketua kelompok tenun songket di sana. Pertemuan ini diikuti oleh anggota kelompok, suami, anak-anak, maupun beberapa orang tokoh Marapu setempat.

Suasana kegiatan ini pada awalnya masih terlihat kaku, karena beberapa orang di antara anggota kelompok belum berani berhadapan dengan orang baru. Namun karena metode pendampingan yang digunakan oleh para staf program adalah pendampingan dan pengorganisasian secara partisipatif, setelah beberapa kali pertemuan suasana menjadi lebih seru dan aktif.

Pertemuan rutin ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana pelaksanaan kegiatan berlangsung sesuai rencana yang telah disepakati. Selain itu untuk memantau perkembangan kegiatan dan merumuskan agenda kerja untuk periode berikutnya berdasarkan hasil perkembangan dan tantangan pada periode sebelumnya.

Sabtu, 05 September 2015

Staf Lembaga Pelita berkunjung ke Kelompok Perempuan Ndaku Mbuata Monung

Penulis: Kontributor Lembaga Pelita Sumba 

Pendekatan individu merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Lembaga Pelita Sumba ke kelompok-kelompok yang mereka dampingi. Tujuannya adalah memastikan bahwa kegiatan kerja kelompok tetap berjalan sesuai rencana. Untuk itulah staf lembaga Pelita melakukan kunjungan ke Kelompok Perempuan Ndaku Mbuata Monung di Desa Meorumba pada tanggal 2 September 2015.

Pada setiap kunjungan staf lembaga Pelita berusaha menjalin hubungan emosional dengan masing-masing anggota kelompok, sekaligus melakukan monitoring tentang perkembangan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan anak di keluarga mereka. Salah seorang ibu yang mereka kunjungi adalah Ibu Rambu Lika Ana Amah di Labunggur. Di gambar terlihat Rambu Lika Ana Amah sedang mengamati seekor sapi. Sapi tersebut dibeli seharga Rp7.800.000,- dari hasil usaha bawang merah. Beliau merasa sangat bangga dengan usaha pengembangan sayur di kelompoknya.

Selain bawang merah, saat ini kelompok perempuan Ndaku Mbuata Monung mulai mengembangkan usaha lain, yaitu kacang "brani bon" (kacang merah) dan kacang hijau.

Jumat, 31 Juli 2015

Monitoring Kebun Sayur Kelompok Perempuan di Kandila Wiki

Penulis: Kontributor Lembaga Pelita Sumba

Pada tanggal 28 Juli 2015 yang lalu telah dilakukan kegiatan monitoring terhadap kebun sayur Kelompok Perempuan Wangu Ana Duna, yang berlokasi di Kandila Wiki, Desa Meuramba. Aktivitas ini dihadiri oleh empat orang perempuan anggota kelompok dan tiga orang staf lembaga Pelita (seorang wanita dan dua orang pria).

Dalam monitoring ini staf lembaga Pelita menjelaskan tentang teknik perawatan dan pemeliharaan tanaman sayuran, upaya pengendalian hama dan penyakit tanaman dan memberikan petunjuk teknis (praktek pemulsaan). Selain itu anggota kelompok juga mencatat jumlah dan jenis tanaman sayur yang ditanam, perlakuan pemupukan yang diberikan per-bedengan, dan mengamati bedengan yang terserang hama dan penyakit. Setelah mengidentifikasi masalah dan hambatan dalam budidaya tanaman sayuran, mereka juga mendapatkan petunjuk teknis dalam upaya mengatasi hambatan tersebut.

Bagi peserta, kegiatan tersebut bermanfaat karena mereka dapat mengamati secara langsung tingkat pertumbuhan tanaman dengan perlakuan pemupukan yang berbeda, yaitu pupuk alam dan pupuk bokasi (organik). Dengan mengetahui mengetahui tingkat pertumbuhan dan hasil tanaman sayur dari pemberian pupuk organik (bokasi) dan pupuk alam, diharapkan kelompok dapat menyebarluaskan penggunaan dan informasinya kepada anggota/masyarakat lain. Pembelajaran yang mereka dapatkan saat itu adalah bagaimana mengembangkan pola pertanian yang selaras dengan alam.

Selasa, 28 Juli 2015

Pelatihan Pasca Panen Bawang Merah di Desa Meorumba, Sumba Timur

Penulis: Kontributor Lembaga Pelita Sumba

Setiap anggota kelompok memiliki kemampuan hasil panen secara baik dan benar, agar mendapat manfaat ekonomi yang lebih tinggi. Demikian tujuan dari pelatihan pasca panen bawang merah yang diikuti oleh Kelompok Perempuan Matawai Luri Desa Meorumba, Sumba Timur, pada tanggal 20-24 Juli 2015.

Kegiatan penguatan kapasitas kelompok tersebut dihadiri oleh para anggota kelompok perempuan Matawai Luri, staf Pelita, dan pemerintah desa yang diwakili oleh kepala Desa Meorumba Umbu Balla Nggiku, Kaur, dan Ketua BPD Meorumba. Pada kesempatan tersebut, peserta pelatihan bersama pemerintah desa mengucapkan terima kasih karena pelatihan pasca panen bawang merupakan hal yang baru bagi mereka.

Ada sebagian anggota kelompok yang meminta untuk diadakan pelatihan pembuatan sambal setelah mendengar pengalaman Pak Stepanus Landu Paranggi ketika mengikuti pelatihan Bandung. Rencananya pelatihan tersebut akan dilaksanakan pada minggu ke-2 bulan September 2015 ini.

Kamis, 25 Juni 2015

Monitoring Tanaman Bawang Merah

Penulis: Kontributor Lembaga Pelita Sumba

Monitoring tanaman bawang merah
 Pada tanggal 21 Juni 2015 yang lalu, anggota Kelompok Perempuan Ndaku Mbuata Monung melakukan monitoring terhadap tanaman bawang merah yang mereka tanam. Selain anggota kelompok perempuan Ndaku Mbuata Monung, ikut hadir pula para pendamping dari lembaga Pelita.
Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan usaha pengembangan bawang merah di setiap kelompok tetap berjalan dengan baik.

Dalam kegiatan monitoring ini terjadi sharing pembelajaran terkait pengembangan usaha, baik peluang, tantangan usaha, maupun perkembangan pasar. Selain itu mereka mencari solusi masalah bagi kelompok yang mengeluh tentang kesulitan dalam melakukan penyiraman tanaman secara manual.

Kamis, 11 Juni 2015

Belajar Pengawetan Makanan di Rumah KAIL

Penulis: Agustein Okamita

Hari Minggu tanggal 7 Juni 2015 adalah hari terakhir dari tujuh hari kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas organisasi-organisasi LSM Sumba. Sejak hari Sabtu para perwakilan LSM dari Sumba sudah berada di Rumah KAIL, Kampung Cigarugak, Desa Giri Mekar, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Pada hari Minggu itu mereka belajar tentang tata cara pengawetan makanan. Selain dihadiri oleh para peserta pelatihan dan para staff KAIL, kegiatan hari itu dihadiri juga oleh relawan KAIL dan warga sekitar Rumah KAIL, dan Rio, salah seorang fasilitator dalam pelatihan permakultur di Rumah KAIL beberapa waktu yang lalu.

Pembawa materi sesi pengawetan makanan ini adalah Ibu Susen Suryanto dari PIKPL Semanggi. Dalam kesempatan ini, Ibu Susen menjelaskan manfaat pengawetan makanan, yaitu agar makanan terhindar dari pembusukan dan bisa disimpan dalam waktu yang lebih lama. Ibu Susen juga menceritakan tentang tahap-tahap pengawetan makanan, yaitu dengan proses blansing (blanching) dan pengeringan. Proses blansing adalah proses pemanasan bahan makanan untuk mematikan mikroorganisme dan enzim-enzim yang mempercepat perusakan bahan makanan itu. Proses itu dilakukan dengan memanaskan bahan makanan di dalam air panas atau uap panas dalam waktu tertentu, lalu setelah itu bahan makanan diangkat dan langsung dimasukkan ke dalam air es. Setelah dilakukan proses blansing, makanan bisa dikeringkan dengan cara dijemur atau menggunakan alat pengering (dehidrator). Selain dengan proses pengeringan, bahan makanan juga bisa diawetkan dengan proses curing. Proses curing adalah proses pengawetan makanan dengan cara merendam makanan dalam larutan garam, gula, dan cuka. Proses curing ini biasanya dilakukan untuk membuat acar atau manisan buah-buahan.

Setelah mendengarkan penjelasan tentang manfaat dan cara-cara pengawetan bahan makanan, para peserta diajak untuk mempraktekkannya. Semua peserta bersama-sama membersihkan cabai rawit dan mengupas bawang putih. Setelah selesai dibersihkan, cabai rawit dan bawang putih di-blansing dalam air mendidih. Ibu Susen mendemonstrasikan cara-cara melakukan blansing terhadap cabai rawit dan bawang putih, dan selanjutnya para peserta ikut mencobanya secara bergantian. Selain proses blansing, para peserta juga belajar melakukan sterilisasi botol kaca. Cabai rawit dan bawang putih yang sudah di-blansing kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Setelah halus, sambal yang sudah jadi tersebut dimasukkan ke dalam botol-botol kaca. Proses selanjutnya adalah merebus botol berisi sambal dalam air mendidih atau mengukusnya selama kurang lebih setengah jam.

Para peserta mengikuti setiap proses pembelajaran dengan cukup antusias. Mereka banyak mengajukan pertanyaan, dan senang dengan pelajaran yang mereka peroleh hari itu. Tidak hanya itu, para peserta juga bisa membawa pulang sambal bawang yang mereka buat bersama-sama tadi.

Aktivis LSM Sumba kunjungi Baleendah dan Bandasari

Penulis: Melly Amalia

Pada Hari Lingkungan tanggal 5 Juni 2015 yang lalu, tim KAIL mendampingi delapan orang perwakilan LSM dari Sumba untuk belajar dari kunjungan lapangan di Bandung. Mereka mengunjungi bantaran Sungai Citarum di wilayah Baleendah dan kawasan Ecovillage di Bandasari, Soreang. Berikut ini adalah liputannya. 

Kunjungan ke Baleendah
Sekitar jam tujuh pagi, kami sudah bersiap-siap melakukan perjalanan ke arah Bandung Selatan. Lokasi pertama yang akan kami kunjungi adalah Baleendah. Perjalanan menuju Baleendah cukup lancar dengan jarak tempuh sekitar satu jam. Kami sampai di depan salah satu pabrik dan disambut oleh seorang teman, Iwang dari PSDK. Iwang sangat familiar dengan kawasan ini karena berperan menjadi pendamping korban banjir di Baleendah.

Baleendah merupakan daerah langganan banjir di Kabupaten Bandung sejak puluhan tahun lalu sampai sekarang. Banjir tersebut semakin lama semakin parah. Saking parahnya, ketinggian banjir bahkan bisa melebihi atap rumah warga. Pada tahun 1970 sampai 1980-an, 90% wilayah Baleendah adalah daerah pertanian (persawahan). Namun sejak Kecamatan Baleendah direncanakan menjadi ibu kota Kabupaten Bandung pada tahun 1980-an, dimulailah pembangunan berbagai sarana dan prasarana di wilayah tersebut, termasuk di antaranya perumahan, tempat ibadah, sekolah. Pembangunan ini mengubah sebagian besar wilayah pertanian menjadi gedung-gedung. Saat ini, kondisi wilayah tersebut telah berubah sangat drastis. Banyak pabrik dan pemukiman yang berdiri di kawasan itu dan sayangnya sebagian besar limbahnya dibuang ke badan Sungai Citarum.

Bersama Iwang, kami menyusuri sudut-sudut pemukiman warga di sepanjang bantaran Sungai Citarum sampai ke posko banjir. Selama perjalanan, masih terlihat bekas batas banjir di tembok-tembok rumah warga. Beberapa rumah bahkan sampai dibiarkan kosong. Mungkin penghuninya sudah pindah dan tidak tinggal di sana lagi. Sepanjang perjalanan, banyak sampah yang berserakan di sekitar dan di dalam sungai. Bisa jadi ini merupakan salah satu penyebab banjir. Pada saat terjadi banjir, sampahnya pun ikut terbawa dan ada yang masih tersangkut di beberapa tiang atau penyangga. Di sepanjang Sungai, beberapa pipa pembuangan limbah dari pabrik juga terlihat jelas. Mengingat kawasan ini dikelilingi oleh pabrik-pabrik yang kemungkinan sebagian besar membuang limbahnya di Sungai Citarum, tak heran bila air yang ada dalam Sungai Citarum ini menjadi berwarna abu-abu kehitaman.

Bantaran Sungai Citarum
Akhirnya kami tiba di bantaran Sungai Citarum. Dari kejauhan tampak ada gundukan sampah di mana-mana. Di sekitar kolong jembatan Desa Baleendah yang menghubungkan antara Kampung Citeureup dan Kampung Cieunteung, terjadi banyak pendangkalan di Sungai Citarum. Kondisi air sangat keruh dengan warna abu kehitam-hitaman. Beberapa warga tampak sedang menjaring ikan. Entah ikannya banyak atau tidak, tapi kemungkinan besar ikan tersebut sudah bisa beradaptasi dengan racun-racun yang ada dalam aliran Sungai Citarum.

Akhirnya kami bertemu dengan Pak Jaja, ketua RW 20 Kampung Cieunteung, Desa Baleendah, Kecamatan Baleendah. Di sana terlihat jelas kondisi rumah-rumah yang terkena banjir. Hal ini bisa dipahami mengingat desa ini adalah salah satu tempat langganan banjir terparah. Bahkan bisa mencapai 3 meter! Banyak rumah-rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya.

Diskusi antara teman-teman LSM Sumba dan Pak Jaja pun mengalir. Dari penuturan Pak Jaja, ada dua hal yang menjadi penghambat penyelesaian masalah banjir di sana, yaitu limbah pabrik dan adanya banjir kiriman. Pak Jaja berharap agar mereka tidak mewariskan alam yang rusak untuk anak cucunya.

Saya pun mengamati saluran air yang ada di sekitar. Ternyata di sana pun airnya berwarna abu-abu kehitaman. Air sungai di sana telah bercampur dengan air yang berasal dari buangan limbah pabrik. Harapan Pak Jaja perlu kita dukung. Anak cucu kita seharusnya berhak mendapatkan air yang bersih dan alam yang subur. 

Daerah Wisata di Ciwidey
Sekitar jam 10.30 kami pamit. Perjalanan dilanjutkan ke lokasi berikutnya, Ecovillage di Bandasari. Sebelum ke Bandasari, kami singgah ke Ciwidey, tepatnya daerah Kawah Putih, salah satu tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan. Kami tidak bisa berlama-lama di sana, karena kabut mulai turun dan bau belerang semakin menyengat. Kami melanjutkan menikmati kesejukan alam di tempat pemandian air panas, yang masih berada di daerah Ciwidey. Kami tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk merendam kaki-kaki kami yang penat setelah berjalan-jalan di lokasi sebelumnya. Rasanya segar sekali.

Sebelum melanjutkan perjalanan ke Bandasari, belum lengkap rasanya bila kami tidak menyapa perut yang minta diisi. Kami menyempatkan diri makan siang di Restaurant Saung Gawir dengan menu khas Jawa Barat seperti ulukutek (campuran oncom dan leunca), karedok (Campuran sayur-sayuran dengan bumbu kacang, sejenis gado-gado), sambal terasi, lalap, tahu tempe, dan lain-lain.

Setelah satu jam perjalanan, sampailah kami di Desa Bandasari. Kawasan seluas dua hektar ini merupakan lahan bersama antara Kail dan YPBB. Di kawasan ini akan dibangun pemukiman dengan konsep ecovillage, termasuk di dalamnya lahan yang dirancang dengan prinsip-prinsip permakultur. Saat menginjakkan kaki di sana, dari kejauhan sudah tampak beberapa sudut pembenihan dan penanaman sayur-sayuran.

Sesampainya di sana, kami beristirahat sejenak menikmati minuman hangat (bandrek, kopi atau susu murni) dan makanan ringan yang sudah disediakan. Setelah cukup puas makan-makan, Gungun (YPBB) sebagai pemandu mengajak peserta mengelilingi kawasan Ecovillage Bandasari. Penjelajahan dimulai dari bagian perangkat biodigester yang berasal dari kotoran sapi dan kotoran manusia (septic tank). Hasilnya yang berupa gas dimanfaatkan untuk kebutuhan dapur. Sementara hasil yang berupa pupuk digunakan untuk menyuburkan tanah di lahan yang akan digarap, lahan tanam dan kolam ikan.

Dari bagian biodigester, kami berjalan-jalan menjelajahi bagian-bagian lain kawasan. Ada lahan pembibitan dan sayuran yang siap panen. Semua sayuran itu terlihat sangat segar dan menggoda untuk dipanen. Pulangnya, kami dibekali sayuran organik tersebut J.





Beragam Jenis Sayuran Organik di Bandasari

Teman-teman Sumba sangat menikmati suasana di Bandasari. Meski hari sudah hampir gelap, rasanya enggan sekali meninggalkan kesejukan dan kenyamanan Bandasari. Kalau tidak ingat waktu, ingin rasanya kami tinggal di sana lebih lama lagi. Foto Bersama.


Akhirnya sekitar pukul enam sore kami pulang menuju kota Bandung. Kami pulang kembali ke Bandung membawa kenangan bagaimana material yang ada dikelola dengan konsep siklus tertutup dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengelola kawasan tersebut. Beberapa peserta terinspirasi untuk membangun kampungnya dengan konsep serupa.

Secara keseluruhan acara kunjungan ini sangat menyenangkan dan membuka mata, hati dan pikiran teman-teman LSM Sumba. Semoga dengan membandingkan antara kondisi alam Sumba dan Bandung, masih ada secercah harapan untuk Pulau Sumba dalam melaksanakan pembangunan tanpa merusak kondisi alam mereka. Seperti kata Ibu Trouce Landukara (Oce), salah satu peserta dari LSM Sandika, bahwa setelah kunjungan ini ada banyak inspirasi yang bisa dilakukan sesampainya di Sumba nanti.



***

Rabu, 20 Mei 2015

Penyusunan Usaha Kelompok Perempuan Wangu Ana Duna

Penulis: Kontributor Lembaga Pelita Sumba

Penyusunan Usaha Kelompok Perempuan Wangu Ana Duna
Pada bulan Mei 2015 lalu, diadakan kegiatan penyusunan usaha Kelompok Perempuan Wangu Ana Duna yang berlokasi di Desa Mauramba, Sumba Timur. Acara tersebut dihadiri oleh anggota kelompok termasuk para suami, pemerintah desa, perwakilan lembaga Pelita dan Kecamatan Kahungu Eti. Dengan kehadiran suami istri dalam kegiatan kelompok perempuan ini diharapkan tercapai pemahaman masing-masing anggota keluarga tentang maksud dan tujuan serta peluang ekonomi usaha kelompok.

Pada kesempatan itu juga dilakukan pelatihan analisis dan rencana usaha prioritas bagi para anggota kelompok, seperti perhitungan biaya kerja, biaya tetap, biaya produksi dan keuntungan bersih yang akan didapat bila usaha itu dijalankan. Dengan pelatihan ini diharapkan anggota kelompok dapat memahami tujuan penyusunan rencana usaha prioritas dan peluang usaha secara ekonomis.

Setelah melakukan analisis dan rencana usaha di tujuh kelompok perempuan, disimpulkan bahwa usaha pertanian bawang merah akan menjadi prioritas usaha mereka. Penentuan usaha bawang merah disepakati setelah memperhitungkan biaya dan faktor resiko seperti tahan lama, harga yang baik dan peluang pasar. Diharapkan, setelah mengikuti pelatihan analisa usaha kelompok, setiap kelompok bisa melakukan perencanaan usaha prioritas sesuai hasil analisa usaha, sehingga dapat meningkatkan pendapatan anggota.

Dalam kegiatan ini terjadi komunikasi yang cukup baik antara kelompok perempuan dengan suami masing-masing. Pemerintah Desa mendukung kegiatan ini dalam bentuk monitoring dan intervensi dana ADD bagi kelompok perempuan jika dana sudah dicairkan.

Minggu, 10 Mei 2015

Workshop Monitoring dan Evaluasi

Oleh: Navita K. Astuti

Pada hari Rabu, 6 Mei 2015, telah dilaksanakan workshop Monitoring & Evaluation yang dibawakan oleh Any Sulistyowati, Theresia Iswarini dan Gita Meidita.
Pada sesi pagi, Any membuka workshop dengan mengajak peserta untuk melihat kembali apa saja yang sudah dipelajari dari proses penguatan kapasitas LSM bersama Hivos dan Kail.

Kemudian, setiap LSM yang menjadi peserta program penguatas kapasitas melakukan presentasi mengenai capaian yang sudah dilakukan dalam setengah tahun yang tengah berjalan.

Pada siang hari, workshop dibawakan oleh Gita Meidita tentang standar monitoring dan evaluasi dari Hivos. Pada sesi ini, Gita memaparkan apa perbedaan antara proses evaluasi dan monitoring. Kemudian, Gita memaparkan apa saja tahap-tahap yang dilakukan dalam monitoring dan evaluasi, aspek apa saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan monitoring dan evaluasi. Semua itu kontekstual dengan bidang yang ditekuni/didampingi, misalnya : petani garam, penenun ataupun petani, memiliki ciri khas yang perlu diperhatikan dalam proses monitoring dan evaluasi.

Workshop pada hari ini ditutup oleh Theresia Iswarini dengan membawakan topik mengenai standar pelaporan narasi maupun keuangan dari Hivos.


Sharing Ilmu Pembuatan Video Oleh Heri Irawan

Penulis: Navita K. Astuti

Selasa, tanggal 5 Mei 2015, pukul 20.00, ruang pertemuan Hotel Sinar Tambolaka malam itu terasa semarak. Meski telah menjalani pelatihan kepemimpinan berbasis gender selama seharian penuh, tak tampak tanda-tanda kelelahan pada wajah peserta.

Sejumlah 13 orang aktivis LSM Sumba tampak bersemangat mengikuti sharing dan mini-workshop pembuatan video yang dipandu oleh Heri Irawan untuk program pembuatan video.
Berawal dari perjalanan pembuatan video pada bulan Desember 2014, oleh Heri Irawan dan tim, yang dilakukan di kampung-kampung asal para aktivis tersebut, maka timbul keinginan dari para peserta untuk diajari cara pembuatan video.

Gayung pun bersambut. Pada seri pelatihan bulan Mei 2015 ini, harapan peserta untuk mendapat pelatihan cara membuat video tercapai.

Sesi sharing pembuatan video dimulai dengan penayangan video yang dibuat dari liputan kegiatan Kail-Hivos dalam acara Penguatan Kapasitas LSM Sumba yang berdurasi sekitar 5 menit.

Kemudian Heri Irawan melanjutkan dengan sharing ringan, berupa pertanyaan awal tentang siapa saja di antara peserta pernah membuat video.

Pak Kris menanggapi dengan berbagi pengalamannya dahulu ketika belajar membuat video.
Pengalaman Pak Kris saat belajar video, ia menyusun skrip-nya dahulu, sound, hingga data-data pendukung, kemudian turun ke lapangan dan merekam sesuai perencanaan.

Heri memaparkan, bahwa perencanaan video meliputi : (1) Ide dan tema cerita (2) Sinopsis (3) Kerangka cerita (4) Skenario (5) Analisa skenario (6) Storyboard.

Sesi sharing pendahuluan kemudian dilanjutkan dengan materi teknis. Setiap peserta praktek cara mengedit video yang mereka miliki. Rekaman video tersebut mereka peroleh dari HP maupun kamera yang mereka punya.

Dari program Vegas, yaitu program untuk mengedit video, Heri Irawan memberikan tips cara-cara memotong gambar, memasukkan teks, memasukkan musik untuk latar video.
Sesi ini diakhiri pada pukul 22.00, setelah peserta mendapat sharing ilmu yang cukup dari Heri Irawan.


Sabtu, 09 Mei 2015

Pengorganisasian dan Gender

Penulis: Navita K. Astuti

Pada tanggal 3 Mei 2015 hingga 5 Mei 2015 telah dilangsungkan coaching dan workshop pengorganisasian masyarakat dan gender bagi LSM-LSM di Sumba, bertempat di Hotel Sinar Tambolaka, Waitabula. Kegiatan ini dibawakan oleh Intan Darmawati, Theresia Iswarini, dibantu oleh Michael Zakarias dan Heri Irawan.

Di hari pertama, tanggal 3 Mei 2015, telah dilakukan pendampingan (coaching) oleh Intan Darmawati kepada tiap-tiap LSM yang bersedia. Sifatnya opsional, bagi LSM yang berminat untuk melakukan konsultasi.

Di hari kedua, tanggal 4 Mei 2015, diadakan workshop tentang pengorganisasian berbasis gender, yang diawali dengan menonton film Chocolate dan Burning Season. Dari kedua film tersebut, peserta diajak untuk merefleksikan tujuan dari sebuah pengorganisasian, prinsip-prinsip dan nilai apa yang perlu dipegang dalam pengorganisasian. Kemudian, Theresia Iswarini mengajak untuk merefleksikan, keberpihakan seperti apa yang dituju dalam sebuah pengorganisasian.

Di hari ketiga, tanggal 5 Mei 2015, pada sesi pagi masih melanjutkan pembahasan tentang pengorganisasian masyarakat serta hubungannya dengan kebudayaan yang mendarahdaging di dalam sebuah masyarakat tertentu. Dalam hari itu, Theresia Iswarini, mengajak peserta pelatihan untuk memikirkan tahapan sistematis dalam sebuah pengorganisasian. Pada sesi siang menjelang sore, workshop diakhiri dengan materi berjudul Kepemimpinan Perempuan yang dibawakan oleh Intan Darmawati.

Kamis, 30 April 2015

Lima LSM Sumba Belajar Melakukan Monitoring, Evaluasi dan Membuat Laporan

Penulis: Any Sulistyowati

Coaching dengan Yayasan Bahtera
Pada tanggal 20-25 April 2015 yang lalu, Tim Fasilitator KAIL berkeliling Sumba untuk melakukan pendampingan terhadap lima LSM peserta program peningkatan kapasitas LSM Sumba. Lima LSM ini adalah penerima hibah dari Hivos untuk program penguatan ekonomi perempuan di Pulau Sumba selama setahun mulai bulan September 2014. Pendampingan kali ini berfokus pada memperdalam proses monitoring, evaluasi dan pembuatan laporan proyek. Setiap organisasi mendapatkan jatah pendampingan selama sehari yang dipandu oleh seorang mentor.

Coaching dengan Sandika
Selama proses mentoring, para peserta dari setiap organisasi diajak merefleksikan pengalamannya dalam pelaksanaan proyek sampai saat ini. Pertama-tama, peserta diminta untuk menceritakan hal-hal yang mereka anggap sebagai capaian proyek mulai September 2014 – Maret 2015. Setelah itu mereka melakukan analisis capaian proyek dengan membandingkan dengan daftar indikator yang terdapat di dalam proposal/kontrak. Pada tahap ini mereka melihat kegiatan-kegiatan apa saja yang sudah berjalan dan belum berjalan dan apa alasannya. Mereka juga melakukan penilaian sejauh mana indikator keberhasilan proyek telah dicapai sampai saat ini. Setelah itu mereka melakukan identifikasi gap dalam pengelolaan proyek. Hal-hal apa saja yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki. Setelah itu mereka berlatih membuat laporan berdasarkan hal-hal yang sudah diceritakan. KAIL akan menyusun laporan proses pendampingan ini dan mengirimkannya kepada masing-masing organisasi. Laporan tersebut diharapkan dapat membantu organisasi-organisasi tersebut dalam melakukan monitoring dan evaluasi selanjutnya dan menyusun laporan akhir pelaksanaan proyeknya nanti.

Selasa, 21 April 2015

Anggota Kelompok Perempuan Mengikuti Pelatihan Kepemimpinan Kelompok di Sumba Timur


Penulis: Kontributor Yasalti
 
Di Desa Watu Puda, Kecamatan Umalulu, Sumba Timur, telah diselenggarakan acara pelatihan kepemimpinan kelompok perempuan. Kegiatan ini berlangsung sejak tanggal 12 sampai 16 April 2015 yang lalu. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan di rumah ketua kelompok tenun di Sumba Timur.

Sesi-sesi yang diberikan dalam pelatihan kepemimpinan kelompok ini antara lain:
  1. Visioning: merumuskan mimpi dari masing-masing  peserta. Tujuan kegiatan ini adalah agar peserta dapat menemukan  jati diri dan mengubah cara pandang mereka dari pendekatan berbasis masalah kepada pendekatan berbasis kekuatan.
  2. Konsep Gender dan PKDRT. Tujuannya adalah:
    • Agar peserta mampu memahami tentang gender, dan dapat menyebarluaskan tentang gender
    • Peserta memahami KDRT serta bentuk-bentuk KDRT, dan mampu memahami bagaimana cara mencegah terjadinya KDRT.
  3. Konsep dasar kepemimpinan perempuan. Tujuan kegiatan ini adalah : 
    • Peserta mengetahui dan memahami  tentang Kepemimpinan
    • Peserta bisa menyebutkan contoh – contoh pemimpin perempuan yang ada di wilayah kecamatan 
    • Peserta mengetahui dan paham tentang  beberapa jenis / tipe kepemimpinan 
    • Peserta mengetahui dan memahami beberapa gaya kepemimpinan 
    • Peserta mengetahui dan memahami tentang  unsur-unsur kepemimpinan yang diharapkan.
  4. SPAK ( Saya Perempuan Anti Korupsi ). Tujuannya:
    • Peserta mengetahui dan memahami tentang korupsi dan bagaimana mencegah korupsi.
    • Peserta mengetahui dari mana korupsi itu mulai dicegah dan diberantas.